WELCOME TO TINA DATE

Senin, 01 September 2008

FRAKTUR

FRAKTUR

1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang terputus.

Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang,disebabkan
karena trauma langsung (mis.fr.tulang panjang) maupun tak langsung mis. Fr.clavicula dan wrist joint karena jatuh menumpu tangan.

Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.

2. Etiologi
a. Trauma (benturan)
Ada dua trauma/ benturan yang dapat mengakibatkan fraktur, yaitu:
- Benturan langsung
- Benturan tidak langsung


b. Tekanan/stres yang terus menerus dan berlangsung lama
Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan fraktur (patah tulang) yang kebanyakan pada tulang tibia, fibula (tulang-tulang pada betis) atau metatarsal pada olahragawan, militer maupun penari.
Contoh: Seorang yang senang baris berbaris dan menghentak-hentakkan kakinya, maka mungkin terjadi patah tulang di daerah tertentu.


c. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang dan usia
Kelemahan tulang yang abnormal karena adanya proses patologis seperti tumor maka dengan energi kekerasan yang minimal akan mengakibatkan fraktur yang pada orang normal belum dapat menimbulkan fraktur

3. Manifestasi Klinik
Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya


Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.


Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya


Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.


Penurunan Sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.


Gangguan Fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot.


Paralysis
Dapat terjadi karena kerusakan syaraf.


Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.


Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.


Shock Hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.


Mobilitas Abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.


4. KLASIFIKASI

a. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
1) Fraktur komplit Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kerteks.
2) Fraktur inkomplit Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).

b. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi:

1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh tulang tidak menonjol malalui kulit.

2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadiinfeksi

Patah tulang terbuka terdiri dari 3 derajat
Grade I : luka kulit <>

Grade II : luka kulit > 2 cm Seperti grade I dengan memar kulit dan ototc)

Grade III : luka lebar Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit.


c. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:


1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek

2) Transverse yaitu patah melintang

3) Longitudinal yaitu patah memanjang

4) Oblique yaitu garis patah miring

5) Spiral yaitu patah melingkar


d. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:

1) Tidak ada dislokasi

2) Adanya dislokasi,

yang dibedakan menjadi:

a) Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut

b) Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh

c) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang

d) Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan memendek.



5.PATOFISIOLOGI
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989).
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.


6. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer

- Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk

- Breathing Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak t
/aspirasi

- Circulation TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut2. 2. Pengkajian sekunder

a. Aktivitas/istirahat Kehilangan fungsi pada bagian yangterkena, Keterbatasan mobilitas

b. Sirkulasi Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas), Hipotensi (
respon terhadap kehilangan darah), Tachikardi, Penurunan nadi pada
bagian distal yang cidera, Cailary refil melambat, Pucat pada bagian yang
terkena, Masa hematoma pada sisi cederac. Neurosensori Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan, kelemahand. Kenyamanan Nyeri tiba-tiba saat cidera, spasme/ kram otote. Keamanan Laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal


7. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan
rangka neuromuskuler

Tujuan : Kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan

Kriteria hasil:

- Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
-Mempertahankan posisi fungsinal

-Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit

-Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas


Intervensi:

a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan

b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit

c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang
sakit dan tak sakit

d. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika
bergerak

e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas

f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi
dengan melakukan aktivitas

g. Ubah posisi secara periodik

h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi


2. Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang

Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.


Kriteria hasil:

-Klien menyatajkan nyei berkurang

-Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan
tepat

-Tekanan darahnormal

-Tidak ada eningkatan nadi dan RR


Intervensi:

a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri

b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring

c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas hiburan

d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi

e. Jelaskanprosedu sebelum memulai

f. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif

g. Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan
nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan

h. Observasi tanda-tanda vital

i. Kolaborasi : pemberian analgetik



C. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan

Tujuan : kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan Perawatan

Kriteria hasil :

- Penyembuhan luka sesuai waktu

- Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi:

a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae

b. Monitor suhu tubuh

c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol

d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh

e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan

f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol

g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi

h. Kolaborasi emberian antibiotik.


8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya

b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap

c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

9. KOMPLIKASI
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain:
Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
Non union : tulang yang tidak menyambung kembali


Bagaimana Mengetahui Adanya Patah Tulang
1. Riwayat:

Setiap patah tulang umumnya mempunyai riwayat trauma yang diikuti pengurangan kemampuan anggota gerak yang terkena. Ingat bahwa fraktur tidak selalu terjadi pada daerah yang mengalami trauma (tekanan).

2. Pemeriksaan:
a. Inspeksi (Lihat) bandingkan dengan sisi yang normal, dan perhatikan hal-
hal dibawah ini:
1) Adanya perubahan asimetris kanan-kiri
2) Adanya Deformitas seperti Angulasi (membentuk sudut) atau; Rotasi (memutar)dan Pemendekan
3) Jejas (tanda yang menunjukkan bekas trauma)
4) Pembengkakan
5) Terlihat adanya tulang yang keluar dari jaringan lunak

b. Palpasi (Meraba dan merasakan)
Perlu dibandingkan dengan sisi yang sehat sehingga penolong dapat merasakan perbedaannya. Rabalah dengan hati-hati !
1) Adanya nyeri tekan pada daerah cedera (tenderness);
2) Adanya crepitasi (suara dan sensasi berkeretak) pada perabaan yang sedikit kuat;
3) Adanya gerakan abnormal dengan perabaan agak kuat.
4) Perhatian:
5) Jangan lakukan pemeriksaan yang sengaja untuk mendapat bunyi crepitasi atau gerakan abnormal, misal meraba dengan kuat sekali.

3. Gerakan
Terdapat dua gerakan yaitu :
a. Aktif: Adalah pemeriksaan gerakan dimana anda meminta korban
menggerakkan bagian yang cedera.
b. Pasif: Dimana penolong melakukan gerakan pada bagian yang cedera.


Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
Terdapat gerakan abnormal ketika menggeerakkan bagian yang cedera
Korban mengalami kehilangan fungsi pada bagian yang cedera. Apabila korban mengalami hal ini, maka dapat disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu akibat nyeri karena adanya fraktur atau akibat kerusakan saraf yang mempersarafi bagian tersebut (ini diakibatkan oleh karena patahan tulang merusak saraf tersebut).

4. Pemeriksaan Komplikasi

Periksalah di bawah daerah patah tulang, Anda akan menemukan kulit
berwarna kebiruan dan pucat, denyut nadi tak teraba. Selain itu pada bagian
yang mengalami fraktur, otot-otot disekitarnya mengalami spasme.

Pertolongan Pertama pada Patah Tulang

Prinsip Pertolongan
1. Mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri;
2. Mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya.

Penanganan Secara Umum


DRABC
Atasi perdarahan dan tutup seluruh luka
Korban tidak boleh menggerakkan daerah yang terluka atau fraktur
Imobilisasi fraktur dengan penyandang, pembalut atau bidai
Tangani dengan hati-hati
Observasi dan atasi syok bila perlu
Segera cari pertolongan medis

Cara Imobilisasi Fraktur
a. Dengan Pembalut
Gunakan pembalut lebar bila ada;
Taruh pembalut dibawah bagian tubuh yang terjadi fraktur;
Topang lengan atau tungkai dengan bidai sampai pembalut cukup memfixasi
Setiap 15 menit periksa agar pembalut tudak terlalu ketat
Periksa pembalut supaya tidak longgar

b. Dengan Bidai
Dapat dipakai benda apa saja yang kaku dan cukup panjang melewati sendi dan ujung tulang yang patah;
Pakai perban bantal diantara bidai dan bagian tubuh yang dibidai;
Ujung-ujung lengan/tungkai dibalut di atas dan dibawah daerah fraktur. Ikatan harus cukup kuat pada daerah yang sehat.

10. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997), yaitu mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk semula (anatomis), imobiusasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak. Jenis-jenis fraktur reduction yaitu:

a. Manipulasi atau close red Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan
bentuk. Close reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun umum.

b. Open reduksi Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering
dilakukan dengan internal fixasi menggunakan kawat, screlus, pins, plate,
intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah
kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika
dilakukan open reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka
akan ada indikasi untuk melakukan ROM.

c. Traksi Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang
fraktur untuk meluruskan bentuk tulang.

Ada 3 macam yaitu:

1) Skin traksi Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan
bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).

2) Skeletal traksi Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan
sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) ke dalam tulang.

3) Maintenance traksi Merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara
langsung pada tulang dengan kawat atau pins



DAFTAR PUSTAKA

Donges Marilynn, E. 1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 : Jakarta. EGC.Price Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi
4 : Jakarta. EGC.
Smeltzer Suzanne, C . 1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8
Vol 3 : Jakarta. EGC.Tucker,Susan Martin . 1993. Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3: Jakarta. EGC.


Tidak ada komentar: